Jumat, 16 November 2012

PERKEMBANGAN AGAMA HINDU SETELAH ZAMAN AGAMA BUDDHA



A.Pendahuluan
Secara garis besar perkembangan agama Hindu dapat dibedakan menjadi tiga tahap[1]. Tahap pertama sering disebut dengan zaman Weda, yang dimulai dengan masuknya bangsa Arya hingga munculnya agama Buddha. Selama zaman ini juga dikenal adanya tiga periode agama yang disebut ‘tiga periode agama besar’. Periode pertama dikenal sebagai Agama Weda Kuno atau Weda Samhita yang berlangsung dari sekitar abad ke-15 sampai abad ke-10 sebelum masehi. Periode kedua dikenal sebagai Agama Brahmana di mana para pendeta sangat berkuasa sehingga banyak sekali perubahan dalam kehidupan keagamaan, periode ini berlangsung dari sekitar abad ke-10 sampai abad ke-6 sebelum masehi. Dan terakhir yaitu periode ketiga yang dikenal sebagai Agama Upanishad. Periode ini berlangsung dari sekitar abad ke-6 sampai abad ke-5 sebelum masehi dengan ditandai oleh munculnya pemikiran-pemikiran kefilsafatan ketika bangsa Arya menjadi pusat peradaban disekitar Sungai Gangga.
Tahap kedua adalah tahapan yang disebut dengan zaman agama Buddha, yang mempunyai corak sangat lain jika dibanding dengan agama Weda. Zaman agama Budhha ini diperkirakan berlangsung antara abad ke-5 samapai abad ke-3 sebelum masehi. Dan tahap ketiga yaitu zaman setelah agama Buddha yang dikenal dengan zaman agama Hindu. Tahap ini dimulai sejak abad ke-3 sebelum masehi hingga sekarang.

B. Perkembangan Agama Hindu Sesudah Zaman Buddha
Pada abad kelima sebelum masehi, agama Buddha muncul dan berkembang dengan pesat. Dan pada abad ketiga sebelum masehi, agama Buddha berhasil menjadi agama negeri India dan bahkan menjadi agama dunia karena pengaruhnya saat itu mencapai hingga jauh di luar India[2]. Hal ini membuat agama Hindu terdesak, namun tidak sampai membuatnya lenyap. Secara diam-diam dan perlahan agama Hindu mengembangkan diri dan terus berkembang dengan cara menyesuaikan diri pada sesuatu yang dijumpainya.
Bentuk terakhir agama hindu setelah zaman agama Buddha mewujudkan suatu campuran yang terdiri dari bermacam-macam unsur keagamaan. Bentuk ini terutama dipengaruhi oleh keyakinan-keyakinan bangsa Dravida.

Sumber Keagamaan
Sumber keagamaan zaman ini terdapat dalam kitab-kitab Purana, Wiracarita, dan Bhagawadgita[3].
a.       Kitab Purana
Kitab-kitab Purana (cerita kuno) berisi ikhtisar dongeng-dongeng dan petunjuk-petunjuk keagamaan. Isi kitab ini mengandung maksud menyiarkan pengetahuan keagamaan dan membangkitkan rasa pemujaan yang mendalam di kalangan rakyat, dengan perantara mite-mite, cerita-cerita, dongeng-dongeng, dan pencatatan sejarah kebangsaan yang besar. Ada lima hal yang umumnya dibicarakan dalam kitab ini, yaitu:
1.      Sarga atau penciptaan alam semesta
2.      Pratisarga atau peleburan alam semesta dan penciptaannya kembali
3.      Zaman-zaman pemerintahan Manu (Manwantara)
4.      Wamsa atau silsilah kuno
5.      Sejarah keturunan raja-raja kuno (Wamsanucharita)
Selain mengajarkan tentang proses penciptaan alam semesta, peleburan, dan penciptaannya kembali, kitab Purana juga mengajarkan tiga dewa terpenting dalam agama hindu, yakni:
1.      Brahma
Dewa ini digambarkan memiliki empat kepala dan dipandang sebagai pencipta dunia.
2.      Wisnu
Dewa ini digambarkan memiliki empat tangan berwarna hitam yang masing-masing memegang kulit kerang, cakra, gada, dan bunga teratai sekaligus mengendarai seekor burung garuda. Dewa Wisnu dipandang sebagai pemelihara alam semesta, sehingga sering meninggalkan surganya untuk membinasakan kejahatan dan meneguhkan kebajikan dengan cara ‘menitis’. Dewa Wisnu disinyalir pernah menitis sebagai Rama yang membinasakan Rawana dan sebagai Kresna yang membinasakan Kaurowa.
3.      Siwa
Dewa ini digambarkan sebagai mata-mata yang selalu hadir di tempat-tempat yang mengerikan, misalnya di medan pertempuran dan tempat pembakaran mayat.
Ia mengenakan kalung dari tengkorak dan senantiasa dikelilingi roh-roh jahat. Selain dipandang sebagai perusak alam semesta, namun dewa ini digambarkan sebagai pertama yang ulung, dan disembah sebagai tuhan tari-tarian (Nataraja), serta disembah sebagai Guru.
Ketiga dewa tersebut disembah sebagai Trimurti yang baru dikenal umum pada sekitar abad ke-5.

a.       Kitab Wiracarita
Kepustakaan yang terkandung dalam kitab ini hanya ada dua, yakni Ramayana dan Mahabharata yang merupakan dua buah syair kepahlawanan. Keduanya berisi cerita tentang perbuatan-perbuatan mulia yang dilakukan oleh pahlawan-pahlawan kebangsaan yang besar. Cerita ini bermaksud menggambarkan cara menerapkan hukum-hukum Smrti pada keadaan yang konkret di dalam kehidupan nyata.


1.      Ramayana
Syair ini ditulis oleh Walmiki. Isinya menceritakan tentang Rama, putra raja di Ayodya, yang bersedia dibuang selama 14 tahun demi kepentingan adiknya. Dalam pengembaraan, istrinya –Sita- diculik oleh Rawana, raja di Langka, namun akhirnya dapat direbut kembali melalui perantaraan balatentara kera.
2.      Mahabharata
Bagian pertama kitab ini ditulis oleh Wyasa. Kitab ini berisi cerita tentang peperangan besar untuk memperebutkan negara Hastina antara Kaurawa dan Pandawa, keturunan Dhrtarasta dan Pandu, anak Wyasa. Dan berkat pertolongan Kresna, Pandawalah yang menang dan mewarisi Hastina.

b.      Kitab Bhagawadgita
Bhagawadgita berarti nyanyian Tuhan, dan kitab ini berupaya mewujudkan salah satu bagian Mahabharata. Isi pokok kitab ini membicarakan tentang pebincangan anatara Kresna dengan Arjuna pada awal perang Bharatayuddha.
Pokok ajaran yang terkandung dalam kitab ini ialah mengenai ‘jalan kelepasan’. Baik benda/prakrti maupun jiwa/purusa berasal dari Tuhan. Jiwa terpenjara dalam tubuh sehingga dipengaruhi berbagai macam perbuatan benda. Tugas manusia ialah berusaha agar jiwa dapat ‘lepas’ dan kembali kepada asalnya, yaitu Tuhan. Ada tiga jalan kelepasan yang diajarkan, yakni:
1.      Jnana-marga, yaitu jalan kelepasan melalui pengetahuan akan kebenaran yang tertinggi.
2.      Bakti-marga, yaitu jalan kelepasan melalui kasih dan pemujaan kepada purusa yang tertinggi.
3.      Karma-marga, yaitu jalan kelepasan dengan menaklukan kehendak sendiri kepada tujuan Tuhan.
Ketiga jalan kelepasan ini sama-sama menuju satu tujuan, yaitu kelepasan. Kelepasan terdiri dari persekutuan jiwa dengan Jiwa Yang Tertinggi, yaitu menyaksikan, mengalami, dan menghayati hidup ilahi. Persekutuan ini disebut berada di dalam Brahman, tak bersaksi, dan sebagainya.

c.       Kitab Agama
Kitab-kitab agama adalah kitab-kitab yang menguraikan tentang dewa-dewa dan bagaimana cara memuja serta menyembahnya. Kitab ini juga disebut sebagai kitab Tantra. Istilah tantra sendiri berarti apa yang menjadikan pengetahuan yang disebarkan. Penulis kitab ini tidak dikenal. Kitab Agama ini mengandung pokok ajaran yang membicarakan lima hal, yakni penciptaan alam semesta, peleburan alam semesta, penyembahan dewa-dewa, jalan mencapai kesaktian, dan persekutuan dengan zat yang tertinggi.

Aliran keagamaan
Pada zaman sesudah agama Buddha, dengan bersumber kepada kitab-kitab yang bermacam-macam muncullah beberapa aliran/mazhab yang menurut pokok ajarannya dapat dibedakan menjadi:
1.      Mazhab Wisnu
Pada umumnya, yang disembah oleh pengikut mazhab ini ialah dewa Wisnu, atau istrinya, atau juga salah satu di antaranya. Pengikut mazhab Wisnu ini memberikan tanda kasta pada dahi mereka, yaitu tiga garis tegak lurus yang dibuat dari abu. Ajaran mazhab ini lebih condong kepada bakti (penyerahan diri), bukan pada Jnana atau pengetahuan. Sehingga mereka lebih menghargai hidup yang dianggap sebagai sesuatu yang suci dan patut dinikmati.
2.      Mazhab Siwa
Para pengikut mazhab ini menyembah dewa Siwa yang biasanya disandingkan dengan permaisurinya, yakni Parwati. Dewa Siwa dianggap sebagai dewa bagi kelahiran kembali. Bentuk yang paling terkenal untuk menyembah Siwa dalam fungsi ini ialah Lingga, simbol yang berbentuk kelamin laki-laki. Lingga ini ditempatkan di kuil-kuil untuk disembah.
Pokok ajaran mazhab ini memandang bahwa Jnana/ pengetahuan adalah jalan kelepasan yang lebih pasti daripada bakti. Sekalipun bakti juga mempengaruhi mazhab ini.
3.      Mazhab Sakta
Yang disebut sakta ialah penyembah sakti, yaitu tenaga ilahi Tuhan. Sakti biasanya diwujudkan dalam satu perwujudan, misalnya sebagai Kali, Durga, Tara, Kamala, dan sebagainya. Sakti juga memiliki banyak aspek, namun dua yang paling penting diantaranya ialah sebagai ibu-ilahi dan sebagai dewi yang mengerikan.

Selain ketiga aliran keagamaan di atas, masih ada sebuah bentuk kepercayaan (agama) yang saat itu berkembang di tengah-tengah masyarakat. Aliran keagamaan tersebut dikenal sebagai Agama Rakyat[4].
Agama rakyat ialah suatu campuran antara animisme dengan segala sistem keagamaan yang ada. Selain menyembah roh nenek moyang dan roh lainnya, rakyat juga menyembah segala macam dewa yang ada, binatang yang dijadikan kendaraan dewa, maupun binatang dan tumbuhan suci lainnya.
1.      Pemujaan dewa sehari-hari
Ada tiga macam dewa yang biasanya disembah, yaitu Gramadewata (dewa desa/kota), Kuladewata (dewa keluarga), dan Istadewata (dewa perorangan). Pemujaan dewa yang pertama dilakukan dikuil desa atau kota, dan dewa kedua biasanya dipuja di tempat suci yang disediakan khusus dihalaman rumah atau paling tidak dengan memiliki patung dewa tersebut yang disimpan di dalam peti dan nanti dikeluarkan jika akan disembah, sedangkan dewa ketiga biasanya ditemaptkan di kamar pribadi atau di dalam peti kecil yang dapat dibawa kemana-mana.

2.      Pemujaan pada binatang
Sejak zaman dulu, penganut Hindu sering menyendiri ke hutan guna bersemedi, ini membuat mereka dekat dengan penghuni hutan dan binatang-binatang serta menghargai keberadaannya. Dalam kesusastraan India binatang-binatang memiliki peranan penting, terutama pada zaman Ramayana yang disitu dianggap sebagai titisan dewa-dewa.
Ada beberapa binatang yang dipuja oleh mereka, diantaranya kera yang dianggap sebagai titisan dewa dan makhluk sorgawi yang setia membantu Rama, ular yang yang raja ular berkepala seribu merupakan ranjang Wisnu dan Siwa pun menjadikan ular sebagai perhiasan untuk menghias dirinya, dan beberapa binatang dianggap sebagai kendaraan para dewa, seperti lembu jantan yang dianggap sebagai kendaraan Siwa, garuda sebagai kendaraan Wisnu, merak sebagai kendaraan Dewi Saraswati, angsa sebagai kendaraan Brahma, tikus sebagai kendaraan Ganesa, singa sebagai kendaraan Durga, kerbau sebagai kendaraan Yama, gajah sebagai kendaraan Indra, dll.
3.      Pemujaan pada tumbuh-tumbuhan
Contoh tumbuhan yang dipuja seperti pohon tulis (semacam teratai) yang dianggap sebagai titisan Laksmi, pohon bayan (sejenis ara), dll.
4.      Pemujaan kepada roh jahat
Selain dewa, penganut hindu juga menyembah dan memuja roh-roh jahat, seperti raksasa dan asura yang dipandang suka membinasakan dan suka meminum darah manusia, dan roh orang mati.
5.      Tempat ziarah
Bagi penganut hindu, berziarah ke tempat-tempat suci merupakan perbuatan yang membawa pahaya besar. Beberapa kota yang dianggap suci diantaranya Benares, Mathura, Orissa, dan yang lainnya.

C.Kesimpulan
Agama Hindu merupakan agama yang paling tua yang dianut oleh sebagian masyarakat dunia sejak dahulu kala. Agama ini mengalami tiga tahapan dalam perkembangannya kemudian, yaitu tahap pertama dikenal sebagai zaman agama weda yang juga dibagi menjadi tiga periode utama, periode kedua dikenal sebagai zaman agama hindu yang berlangsung sekitar selama dua abad dan terakhir dikenal sebagai zaman agama Hindu atau zaman setelah agama Budha yang dimulai sejak abad ketiga sebelum masehi hingga sekarang.
Perkembangan agama Hindu pada tahap ketiga ini memang sempat mengalami ‘kemunduran’ karena terdesak oleh agama Budha yang berkembang sangat pesat saat itu. Namun dengan perlahan tapi pasti, agama Hindu -dengan kemampuan ‘beradaptasi’nya- dapat bangkit kembali sehingga bentuk agama inipun pada masa itu mewujudkan campuran yang ‘unik’, karena dipengaruhi oleh berbagai macam unsur keagamaan. Ada tiga kitab suci yang menjadi sumber keagamaan pada masa itu, yaitu kitab Purana, Wiracarita, dan Baghawadgita.

D.Daftar Pustaka

Basuki, A. Singgih dan Romdhon, dkk. 1988. Agama-Agama di Dunia. Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press.
Hadiwijono, Harun. 2010. Agama Hindu dan Buddha. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia
Ali, Matius. 2010. Filsafat India: Sebuah Pengantar Hinduisme dan Buddhaisme. Jakarta: Sanggar Luxor.


[1] A. Singgih Basuki dan Romdhon, dkk., Agama-Agama di Dunia, (Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press, 1988), h.73

[2] A. Singgih Basuki dan Romdhon, dkk., Agama-Agama di Dunia, h.74
[3] Harun Hadiwijono, Agama Hindu dan Buddha, (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 2010), h. 122

[4] Harun Hadiwijono, Agama Hindu dan Buddha, h. 122

0 komentar:

Posting Komentar

Popular Posts