Jumat, 16 November 2012

GURU NANAK DAN AJARAN-AJARANNYA



A.    Pendahuluan
Ciri utama masa ini menunjukkan fakta bahwa Islam memberikan sebuah konteks mendasar bagi perkembangan Hinduisme sebagai teks. Pendukung Alberuni, Mahmud Ghazni memimpin tujuh belas serangan yang gemilang ke India dan mematahkan perlawanan orang-orang Hindu dengan mudah. Dia lebih tertarik untuk menghancurkan kota-kota dari pada membangun kerajaan. Pada tahun 1192, penguasa utama Rajput di utara di kalahkan dan di bunuh oleh Muhammad Ghuri, pada tahun 1200, dinasti budak (selave dynasty) telah mendirikan aturan muslim di India utara dan berakhir sampai 1858.
Hinduisme berkembang dengan baik sampai kedatangan Islam ke India, dalam mengakomodasikan, jika bukan menyerap semua tantangan dalam bentuk agresi dari luar dan perpecahan dari dalam. Islam memberikan pengaruh ganda bagi Hinduisme. Di satu pihak, Islam menganjurkan perpindahan agama; di pihak lain, Islam mendorong kecenderungan yang lebih egaliter dan monoteistik bagi kaum Hindu. Kemudian muncul tokoh-tokoh yang berusaha untuk menjembatani jurang pemisah antara keduanya. Sebagai contoh adalah Kabir (abad ke-15), Guru Nanak (1469-1538), Dadu (1544-1603).[1]
B.     Mengenal Sosok Nanak
Guru Nanak (Nanik), penemu ajaran (agama) Sikh lahir pada tanggal 15 April 1469 di sebuah gubuk sederhana di Talwandi, di distrik Lahore (saat ini masuk wilayah Pakistan). Pada era tersebut India masih dalam cengkraman penjajah Muslim yang disebut kaum Pathans, di mana nuansa agama bagi masyarakat setempat khususnya bagi yang beragama Hindu sangatlah menyedihkan. Apalagi ritual-ritual lebih ditekankan oleh kaum brahmana daripada pendalaman hakiki spiritual. Pada masa-masa yang amat suram ini Guru Nanak dilahirkan di kawasan tersebut.
Semenjak kecil Nanak telah membuat para guru, tetangga, orang tua dan teman-temannya takjub karena pengetahuan spiritualnya yang amat menakjubkan. Setiap hari setelah kembali dari sekolah, Nanak muda ini oleh ayahnya diminta untuk menggembalakan sapi-sapi mereka. Pada saat sapi-sapi memakan rumput, maka Nanak akan terlihat bermeditasi secara mendalam di bawah pepohonan yang rindang. Orang tuanya ingin mencegahnya agar tidak terlalu jauh masuk ke dalam dunia spiritual dengan memberikannya berbagai rintangan, namun ia senantiasa diselamatkan oleh “tangan-tangan yang ajaib”. Suatu saat ayahnya memberikan 20 rupees kepadanya dan meminta Nanak untuk membelanjakannya demi “tujuan yang baik dan bermanfaat”. Tanpa ragu-ragu ia pun membelikan santapan bagi para sadhus (kaum resi, suci), ia merasa amat berbahagia dapat memenuhi permintaan ayahnya tersebut.
Hal-hal ini membuat orang-orang di sekitarnya yakin, bahwa Nanak dilahirkan  demitujuan-tujuan yang mulia dan suci. Beberapa tahun kemudian ia mulai menyebarkan ajaran-ajaran kasih Ilahi kepada sesamanya. Ia pun ditentang dan diancam oleh pejabat-pejabat Negara, Kaisar, bahkan para mullah (kyai-kyai Islam); namun dalam setiap diskusi dan pertemuan Nanak akan tampil memukau dan menakjubkan bagi para penentang-penentangnya. Lama kelamaan sebagian besar pengkritik dan penentangnya yang muslim ini malahan menjadi pengikutnya. Ia pun memukau kaumnya sendiri (Hindu pada saat itu) dan mereka pun berbondong-bondong menjadi muridnya, karena ajaran-ajarannya menentang berbagai ritual-ritual usang dan sistim kasta. Dalam perjalanan-perjalanan selanjutnya Guru Nanak dan kedua murid-muridnya Bala (Hindu) dan Mardana (Muslim) berkelana ke seluruh India, ke Mecca dan Medina, Persia, Kabul (Afganistan) dan sebagainya, secara niskala dan meninggalkan bukti-bukti kehadirannya di sana yang sampai kini masih dapat ditemukan di lokasi-lokasi tersebut. Kemana pun Guru Nanak berkunjung, beliau senantiasa menyebarkan ajaran-ajaran agung nan universal yang amat dikagumi oleh kaum Muslim dan Hindu. Tema-tema  utama ajaran-ajaran beliau seperti yang disarikan  di bawah ini:
Tuhan itu satu adanya. Tuhan yang Kasih dan Kesatuan. Tuhan yang sama dan satu ini hadir  dalam setiap pemujaan, tempat suci berbagai agama, bahkan di mana-mana tanpa batas.
Setiap manusia adalah sama di hadirat Tuhan YME. Mereka lahir dan mati secara sama. Adalah kewajiban setiap manusia apa pun latar belakangnya untuk berdharma bhakti bagi sesamanya.
Pada usianya yang keempat puluh beliau dinobatkan sebagai Sad Guru (Adi Guru) oleh para pengikut-pengikutnya. Para pengikutnya disebut Sikh. Beliau menulis ajaran-ajarannya dalam bentuk-bentuk puisi yang teramat indah dan penuh makna-makna spiritual dan psikologis, inspirasi-inspirasi suci beliau dapatkan  dari hasil komunikasi beliau dengan Yang Maha Pencipta. Koleksi ajaran-ajarannya ini disebut Japji Sahib, dibukukan menjadi buku suci kaum Sikh yang disebut Guru Granth Sahib. Kitab suci ini adalah satu-satunya Guru Pedoman yang dipuja dan dihormati kaum Sikh. Kaum ini tidak memuja arca-arca dan tidak memerlukan ritual-ritual yang rumit. Kuil mereka disebut Guru Dwara, amat mirip dengan mesjid dan di tengah-tengahnya diletakkan kitab suci ini. Semua pengunjung akan bersujud di depan kitab suci, kemudian para wanita akan bersila di sebelah kiri, dan pria-prianya di sebelah kanan. Di tengah keduanya hadir karpet merah memanjang sebagai batas pemisah sekaligus untuk bersujud.
Seorang penyair Nannihal Singh Layal secara indah bersenandung tentang Sang Guru ini:
“ Murni adalah kehadirannya, Kemurnian adalah ajaran-ajarannya”.
“Kasih adalah kehadirannya, maka hanya kasih yang senantiasa diajarkannya”.
“Kesederhanaan adalah wujudnya, maka kesederhanaan adalah wacana-wacana ajaran-ajarannya”
Utusan Ilahi nan damai dan adil adalah kehadirannya, inkarnasi utama dan kesama-rataan adalah jalan dan petunjuk-petunjuknya, penuh dengan iman dan bakti.
Nanak menyabdakan: “Tuhan YME adalah yang terutama di atas segala-segalanya, Ialah Tuhan semuanya.“
Walaupun ajaran Sikh bersifat monotheistik, hanya berkeyakinan satu Tuhan, namun ajaran ini tetap berlandas dan bernafaskan Hindu Kuno dan menghormati tokoh-tokoh Rama, Krisna, dan para dewa-dewi yang hadir di Guru Granth Sahib. Tuhan YME disebut bersifat teramat suci, mulia, maha dalam segala-galanya, absolut (hakiki), hadir di mana saja, abadi, Maha Pencipta, asal muasal dari segala ciptaan. Tanpa status dan atribut, tanpa benci dan bersifat sama rata ke setiap ciptaan. Kaum Sikh berperilaku vegetarian di dalam Guru Dwara, namun banyak juga yang menyantap yang berjiwa di luar itu. Sebagian vegetarian dan melakukan puasa-puasa tertentu, dan dhyana (meditasi). Daging sapi adalah pantangan utama mereka, namun susu sapi adalah menu utama yang amat disucikan sama dengan kaum Hindu. Baik di India maupun di Indonesia Agama Sikh terdaftar sebagai bagian dari agama Hindu.
Ada faham dalam agama Sikh, yaitu hidup ini tidak bersifat dosa pada awal mulanya, dan hadir dari eksistensi yang murni dan akan selamanya murni.  Bagi ajaran Sikh  tidak ada kasta rendah maupun tinggi, tidak ada manusia pendosa  maupun suci.
“Tuhan hanyalah satu (Eka, Ekoankar), namun bentuk-bentukNya tak terbatas, (Satnam, Kartha-purkh, dsb). Ia adalah Sang Pencipta, Ia juga yang bermanifestasi dalam wujud-wujud manusia, jauh dari kematian dan lepas dari kelahiran yang berulang-ulang”.
“Hanya satu YME, Sang Pencipta, Penyebab dari semuanya. Ia telah menciptakan semesta raya dan isinya  melalui KehendakNya yang senantiasa aktif. Barang siapa sadar akan misteri agung dari yang satu namun banyak ini, akan menyatu dengan-Nya”.
“Ia yang Maha Hakiki ini hadir tanpa kata-kata tanpa wujud dan tanpa nama. Sewaktu bermanifestasi Ia disebut Sabda (Sabd), Sabda adalah asal muasal seluruh ciptaan. Sabda adalah Omkara (Ekoankar), simbolnya Om dalam aksara Sind/Punjabi Kuno”
“Barangsiapa berpasrah total kepadaNya, maka ia akan mencapai tujuan, tidak ada jalan lain, Manusia mendapatkan kehendakNya melalui hubungan dengan Sabda Suci. Asal mula penciptaan dan pralaya (kiamat)  berasal dari Sabda. Demikian juga nantinya penciptaan dan daur – ulangnya akan berawal dan berakhir dengan Sabda”.
“Tidak ada seorang pun yang dapat menjabarkanNya melalui logika duniawi ini, walaupun orang tersebut mencobanya selama ratusan tahun”.
“Rasa cukup tidak akan pernah terpuaskan walaupun dengan menghabiskan seluruh kekayaan dunia materi ini”.
“Seseorang tidak akan mencapai Tuhan melalui nalar pemikirannya (logika manusia)”.
“Bagaimanakah caranya agar seseorang dapat memahami Kebenaran dan menembus awan Kebodohan? Ada jalannya wahai Nanak, yaitu dengan menyelaraskan kehendak orang tersebut dengan KehendakNya, yang sebenarnya sudah direkayasa olehNya juga (dari awal penciptaan ini)”
“Semua di dunia ini adalah wujud-wujud manifestasi-manifestasi kehendakNya, namun Kehendaknya ini tidak dapat dijabarkan  oleh siapa pun juga. Melalui Kehendak-Nya maka materi dipercepat  menuju ke arah kehidupan”.
“Melalui KehendakNya keagungan dapat tercapai, melalui KeagunganNya juga ada yang dilahirkan pada posisi yang tinggi dan ada juga pada posisi yang rendah”.
“Melalui KehendakNya, suka dan duka direkayasa, melalui KehendakNya juga yang suci mendapatkan keselamatan”.
“Melalui KehendakNya mereka-mereka yang batil berkelana terus dalam kelahiran-kelahiran yang tidak terhentikan. Kesemuanya ini hadir dalam KehendakNya, tiada satu pun yang dapat eksis tanpa kehendakNya”.
“Wahai Nanak, seseorang yang telah selaras nadanya dengan KehendakNya, terbebas secara tuntas dari berbagai ego-egonya”.
“Ada yang melantunkan kidung- kidung keagunganNya, sesuai dengan KehendakNya, ada yang berkidung akan Kedashyatan-Nya, dan merasakan kedashyatan ini sebagai tanda-tanda yang berasal dariNya. Ada juga yang menyenandungkan kidung-kidung yang menggambarkan-Nya sebagai Yang Maha Tanpa Batas”.
“Ada yang bernyanyi bahwasanya, Ia mampu merubah debu menjadi kehidupan dan kehidupan kembali menjadi debu (tanah). Ia pun Sang Pencipta (Brahma), Shiwa (Sang Penghancur), dan Wisnu (Sang Pengayom) dan Pemberi kehidupan ini”.[2]

C.     Terbentuknya agama sikh
Guru Nanak (1469-1539), pendiri agama Sikh, berada dalam tradisi spiritual yang sama seperti Kabir. Ia juga mungkin seorang muslim, meskipun tradisi Hindu dan Sikh sama-sama memandangnya sebagai seorang Hindu. Seperti Kabir, ia mencari jalan untuk mengatasi perbedaan antara Islam dan HInduisme dengan mempersatukan para penganut Hindu dan Muslim atas dasar kebenaran-kebanaran spiritual utama yang menjadi milik bersama kedua agama ini. Ia juga mengutuk penyembahan berhala dan politeisme Hindu dengan berpegang teguh pada kehendak dan niat Allah yang mahakuasa dan mahatahu saja. Namun pendiriannya yang teguh ini tentang keunikan dan kemutlakan Allah didasarkan bukan pada tendensi Islam untuk mengeksklusifkan apa yan bukan menjadi kodrat dari Allah sendiri, melainkan lebih pada tendensi India kuno yang merangkum segala sesuatu dalam  satu kesatuan yang lebih besar sambil mengakui dengan cara itu unsure-unsur yang berlawanan sebagai unsur-unsur yang berhubungan dan saling melengkapi.
Jalan hidup sikhisme adalah untuk mencapai keselamatan melalui persatuan dengan Allah; pribadi Allah yang hidup dihadirkan melalui cinta. Persatuan dengan Allah adalah tujuan terakhir. Hidup tidak punya arti bila berpisah dengan Allah. Sebagaimana guru Nanak berkata, “betapa ngeri perpisahan itu ketika berpisah dari Allah, dan betapa membahagiakan persatuan itu ketika bersatu dengan Dia.”.
Pemisahan diri dari Allah menyebabkan penderitaan yang dialami sebagai kondisi biasa manusia, meskipun manusia dan dunia diciptakan Allah, tetapi kelemahan dan kesombongan manusia yang berakar dalam egosentrisme justru mengantar manusia kepada kelekatannya pada kenikmatan  dan kepentingan dunia ini. Menurut Sikhisme, kelekatan itu memisahkan kita dari Allah dengan membawa akibat pada semua bentuk penderitaan manusia, termasuk lingkaran kekal kematian dan kelahiran kembali.
Dialah Allah yang menciptakan semua eksistensi; Ia esa tanpa yang kedua, tak berbentuk dan bersifat kekal. Dialah Allah yang menopang semua bentuk eksistensi dan tinggal dalam semua eksistensi itu. Melalui kehendak-Nya kita ditopang. Melalui rahmat dan ciptaan-Nya, Allah mewahyukan dirinya kepada kita, wahyu ilahi ini menyadarkan kita akan keterpisahan kita dengan-Nya dan merangsang jawaban kita ynag dapat membawa keselamatan melalui persatuan kita dengan Dia dalam cinta, demikian Guru Nanak.
Hanya ketika suara Allah terdengar dalam hati manusia dan hati manusai menjawabnya, maka keselamatan lalu menjdi mugkin. Tidak ada gunanya menyembah gambaran Allah dan asketisme, juga yoga dan tindakan-tindakan ritual. Hanya melalui cinta akan pribadi Allah dapat tercapai kebahagiaan dalam persatuan dengan-Nya. Sebagi guru Ilahi, Allah justru mengirimkan pesan –Nya secara langsung kedalam hati manusia yang mau mendengar-Nya. Dalam pesan guru Nanak dan guru-guru yang lain, sebagai mana yang tercatat dalam kitab suci yang disebut Adi Granth (Guru Granth Sahib), pesan Allah, sang Guru yang asli, harus didengar. 
Masa pertengahan (1000-1800 M)
Guru Nanak (1469-1538) menulis teks suci kaum Sikh (Granth Sahib), yang berisi kidung-kidung yang di tulis oleh guru-guru mereka serta orang-orang religious lainnya, baik Hindu maupun Muslim. Memang ada interaksi antara Islam mistis dan HInduisme namun ajaran utama Hinduisme menarik diri dalam kerang pelindung; dan secara mendasar berada dalam cengkraman keputusan poitik, sehingga berbalik kea rah penghiburan spiritual pada tuhan. Hal ini terlihat dengan berkembangnya gaya hidup sebagai pertapa atau pengunduran diri dar kehidupan duniawi. Kehidupan sannyasin menjadi semacam pelarian diri, seperti yang di lihat dengan jelas oleh guru Nanak. Pada sekitar abad ke-16, keekstreman Hinduisme terlihat jelas dalam karya-karya puisi devosional dengan kualitas sensasional, yang gerakannya di wakili oleh Surdas, Tulsidas, Mirabay, dan lain-lain.
Gerakan caitanya pada abad ke-15, yang menekankan pembacaan Weda secara umum, merupakan sebuah usaha untuk menghindarkan Hinduisme agar tiak menjadi agmaa rumah dan perapian saja. Geraka devosional ini menekankan kekuatan penyelmatan dalam nama Tuhan – terutama Krishna dan Rama, sehingga berpuncak pada pernyataan paradox bahwa nama tuhan adalah lebih besar dari Tuhan sendiri. Gerakan devosional (bhakti) ini di katakana berasal dari India selatan, diman para devote wishnu dan shiwa sudah mencapai puncaknya pada abad ke-9. Sekarang kita akan pindah ke wilayah India selatan.
Islam masuk ke wilayah India selatan dengan di singkirkannya Deogiri oleh Malik Kafur pada 1307. Namun reaksi kaum Hindu di selatan cukup menarik dan berbeda. Sejarah mencatat bahwa ketika lairan utama Vedanta yang di wakili oleh Shankara (abad ke-9) ramanuja (abad ke-12) dan madhva adalah lebih bersifat teistik, namun masih tetap mengikuti konsep filsafat Vedanta dan bukan hanya bersifat devosional saja. Wilayah selatan menunjukan kekuatan serta vitalitas lebih besar, bukan hnaya secara religious, namun juga secara politis. Hal ini disebabkan adanya kerajaan Vijayanagar yang berkuasa dari abad ke-14 samapai abad ke-17.
Gerakan devosional (bhakti) di Maharasta (wilayah barat India) mengambil dua bentuk, yakni: vharakary dan dharakhary. bentuk dharakary bentuk dharakary lebih bersifat aktif dan devosional, dimana salah satu tokohnya dalah Ramdas yang menjadi guru Shivaji (1627-1680). Dibawah kepemimpinan Shivaji inilah kerajaan Marathas menjadi sebuh kekuatan polotik yang kuat da menggantikan kekutan Muslim di selatan. Bentuk Varakari melahirkan nama-nama besar penyair-santo (abad ke-17). Gerakan bhakti menyebar keseluruh wilayah India serta menghasilkan penyair-santo seperti sankaradheva di Assam dan Purandaradasa di Karnataka (abad ke-16).
Pada masa ini, dua gerakan politik berbaris Hindu yang cukup berhasil adalah kerajaan Vhijayanaga di selatan dan kerajaan Marathas di bagian barat India (terlepas dari kaum Sikh di Punjab). Dimasa kerajaan vhijayanagar, terjadi kebangkitan kembali studi atas Weda dan komentar Hindu atas Weda yang ditulis oleh sayana. Kemudian juga shivaji (1627-1680) dinibatkan sebagai tokoh ahli di bidang ritual Weda dan menyatakan dirinya sebagai pelindung Weda. Puisi-puisi devosional saat itu berpusat pada Rama dan Krishna, yang merupakan inkarnasi Wishnu.
Cirri paling menonjol pada masa Muslim (1200-1757) ini adalah berkembangnya agama wishnu (vaishnavism). Dua nama besar dari selatan adalah vallabha (1479-1531) dari India selatan dan caitannya (1486-1533) dari wilayah Bengal. Keduanya mengajarkan jalan devosi yang berpusat pada Krishna dan radha. Vaishnavisme popular ini disebarkan diwilayah maharastra oleh namadeva (abad ke-14) dan tukaram (abad ke-17); sedangkan di utara, vaishnavisme berkembang dalam bentuk peneyembanhan trehdap Rama. Tokoh-tokoh terkenla dari India utara adalah Ramananda (abad ke-14), Dadu (1544-1603) dan Tulsidas (1532-1623).[3]

D.    Penutup
Nanak lebih keras lagi dari pada Kabir, pemberitaannya dapat disingkat dengan kata-kata: “tidak ada orang Hindu atau orang Islam”, keduanya adalah palsu. Ia menentang penyembahan kepada berhala, dan mengajarkan bahwa hanya ada satu Tuhan, yang menghuk dosa di dalam neraka. Kelepasan terdiri dari persekutuan dengan Tuhan di dalam kasih.

Daftar Pustaka
                Ali, Matius. Filsafat India (Sanggar Luxsor, 2010)
            Hanafie, Ahmad, Pengantar Filsafat Umum, (Jakarta : PT Bulan Bintang, 1996)
            Koller, John M. Asian Philosophies, (Flores : LEDALERO, 2010) 



[1]  Matius Ali. Filsafat India (Sanggar Luxsor, 2010) Cet 1, h.23
[2]  Ahmad Hanafi, Pengantar Filsafat Umum, (Jakarta : PT Bulan Bintang, 1996),h.58
[3]  John M. Koller, Asian Philosophies, (Flores : LEDALERO, 2010) cet 1, h.234

0 komentar:

Posting Komentar

Popular Posts