A. Pendahuluan
Ciri utama masa ini menunjukkan fakta bahwa Islam
memberikan sebuah konteks mendasar bagi perkembangan Hinduisme sebagai teks.
Pendukung Alberuni, Mahmud Ghazni memimpin tujuh belas serangan yang gemilang
ke India dan mematahkan perlawanan orang-orang Hindu dengan mudah. Dia lebih
tertarik untuk menghancurkan kota-kota dari pada membangun kerajaan. Pada tahun
1192, penguasa utama Rajput di utara di kalahkan dan di bunuh oleh Muhammad
Ghuri, pada tahun 1200, dinasti budak (selave dynasty) telah mendirikan aturan
muslim di India utara dan berakhir sampai 1858.
Hinduisme
berkembang dengan baik sampai kedatangan Islam ke India, dalam
mengakomodasikan, jika bukan menyerap semua tantangan dalam bentuk agresi dari
luar dan perpecahan dari dalam. Islam memberikan pengaruh ganda bagi Hinduisme.
Di satu pihak, Islam menganjurkan perpindahan agama; di pihak lain, Islam
mendorong kecenderungan yang lebih egaliter dan monoteistik bagi kaum Hindu.
Kemudian muncul tokoh-tokoh yang berusaha untuk menjembatani jurang pemisah
antara keduanya. Sebagai contoh adalah Kabir (abad ke-15), Guru Nanak
(1469-1538), Dadu (1544-1603).[1]
B. Mengenal Sosok
Nanak
Guru Nanak (Nanik), penemu ajaran (agama) Sikh lahir pada tanggal 15
April 1469 di sebuah gubuk sederhana di Talwandi, di distrik Lahore (saat ini
masuk wilayah Pakistan). Pada era tersebut India masih dalam cengkraman
penjajah Muslim yang disebut kaum Pathans, di mana nuansa agama bagi masyarakat
setempat khususnya bagi yang beragama Hindu sangatlah menyedihkan. Apalagi
ritual-ritual lebih ditekankan oleh kaum brahmana daripada pendalaman hakiki
spiritual. Pada masa-masa yang amat suram ini Guru Nanak dilahirkan di kawasan
tersebut.
Semenjak kecil Nanak telah membuat para guru, tetangga, orang tua dan
teman-temannya takjub karena pengetahuan spiritualnya yang amat menakjubkan.
Setiap hari setelah kembali dari sekolah, Nanak muda ini oleh ayahnya diminta
untuk menggembalakan sapi-sapi mereka. Pada saat sapi-sapi memakan rumput, maka
Nanak akan terlihat bermeditasi secara mendalam di bawah pepohonan yang rindang.
Orang tuanya ingin mencegahnya agar tidak terlalu jauh masuk ke dalam dunia
spiritual dengan memberikannya berbagai rintangan, namun ia senantiasa
diselamatkan oleh “tangan-tangan yang ajaib”. Suatu saat ayahnya memberikan 20
rupees kepadanya dan meminta Nanak untuk membelanjakannya demi “tujuan yang
baik dan bermanfaat”. Tanpa ragu-ragu ia pun membelikan santapan bagi para
sadhus (kaum resi, suci), ia merasa amat berbahagia dapat memenuhi permintaan
ayahnya tersebut.
Hal-hal ini membuat orang-orang di sekitarnya yakin, bahwa Nanak
dilahirkan demitujuan-tujuan yang mulia dan suci. Beberapa tahun kemudian
ia mulai menyebarkan ajaran-ajaran kasih Ilahi kepada sesamanya. Ia pun
ditentang dan diancam oleh pejabat-pejabat Negara, Kaisar, bahkan para mullah
(kyai-kyai Islam); namun dalam setiap diskusi dan pertemuan Nanak akan tampil
memukau dan menakjubkan bagi para penentang-penentangnya. Lama kelamaan
sebagian besar pengkritik dan penentangnya yang muslim ini malahan menjadi
pengikutnya. Ia pun memukau kaumnya sendiri (Hindu pada saat itu) dan mereka
pun berbondong-bondong menjadi muridnya, karena ajaran-ajarannya menentang
berbagai ritual-ritual usang dan sistim kasta. Dalam perjalanan-perjalanan
selanjutnya Guru Nanak dan kedua murid-muridnya Bala (Hindu) dan Mardana
(Muslim) berkelana ke seluruh India, ke Mecca dan Medina, Persia, Kabul
(Afganistan) dan sebagainya, secara niskala dan meninggalkan bukti-bukti
kehadirannya di sana yang sampai kini masih dapat ditemukan di lokasi-lokasi
tersebut. Kemana pun Guru Nanak berkunjung, beliau senantiasa menyebarkan
ajaran-ajaran agung nan universal yang amat dikagumi oleh kaum Muslim dan
Hindu. Tema-tema utama ajaran-ajaran beliau seperti yang disarikan
di bawah ini:
Tuhan itu satu adanya. Tuhan yang Kasih dan Kesatuan. Tuhan yang sama dan
satu ini hadir dalam setiap pemujaan, tempat suci berbagai agama, bahkan
di mana-mana tanpa batas.
Setiap manusia adalah sama di hadirat Tuhan YME. Mereka lahir dan mati
secara sama. Adalah kewajiban setiap manusia apa pun latar belakangnya untuk
berdharma bhakti bagi sesamanya.
Pada usianya yang keempat puluh beliau dinobatkan sebagai Sad Guru (Adi
Guru) oleh para pengikut-pengikutnya. Para pengikutnya disebut Sikh. Beliau
menulis ajaran-ajarannya dalam bentuk-bentuk puisi yang teramat indah dan penuh
makna-makna spiritual dan psikologis, inspirasi-inspirasi suci beliau
dapatkan dari hasil komunikasi beliau dengan Yang Maha Pencipta. Koleksi
ajaran-ajarannya ini disebut Japji Sahib, dibukukan menjadi buku suci kaum Sikh
yang disebut Guru Granth Sahib. Kitab suci ini adalah satu-satunya Guru Pedoman
yang dipuja dan dihormati kaum Sikh. Kaum ini tidak memuja arca-arca dan tidak
memerlukan ritual-ritual yang rumit. Kuil mereka disebut Guru Dwara, amat mirip
dengan mesjid dan di tengah-tengahnya diletakkan kitab suci ini. Semua
pengunjung akan bersujud di depan kitab suci, kemudian para wanita akan bersila
di sebelah kiri, dan pria-prianya di sebelah kanan. Di tengah keduanya hadir
karpet merah memanjang sebagai batas pemisah sekaligus untuk bersujud.
Seorang penyair Nannihal Singh Layal secara indah bersenandung tentang
Sang Guru ini:
“ Murni adalah
kehadirannya, Kemurnian adalah ajaran-ajarannya”.
“Kasih adalah
kehadirannya, maka hanya kasih yang senantiasa diajarkannya”.
“Kesederhanaan
adalah wujudnya, maka kesederhanaan adalah wacana-wacana ajaran-ajarannya”
Utusan Ilahi nan damai dan adil adalah kehadirannya, inkarnasi utama dan kesama-rataan adalah jalan dan petunjuk-petunjuknya, penuh dengan iman dan bakti.
Utusan Ilahi nan damai dan adil adalah kehadirannya, inkarnasi utama dan kesama-rataan adalah jalan dan petunjuk-petunjuknya, penuh dengan iman dan bakti.
Nanak menyabdakan: “Tuhan YME adalah yang terutama di atas
segala-segalanya, Ialah Tuhan semuanya.“
Walaupun ajaran Sikh bersifat monotheistik, hanya berkeyakinan satu
Tuhan, namun ajaran ini tetap berlandas dan bernafaskan Hindu Kuno dan
menghormati tokoh-tokoh Rama, Krisna, dan para dewa-dewi yang hadir di Guru
Granth Sahib. Tuhan YME disebut bersifat teramat suci, mulia, maha dalam
segala-galanya, absolut (hakiki), hadir di mana saja, abadi, Maha Pencipta,
asal muasal dari segala ciptaan. Tanpa status dan atribut, tanpa benci dan
bersifat sama rata ke setiap ciptaan. Kaum Sikh berperilaku vegetarian di dalam
Guru Dwara, namun banyak juga yang menyantap yang berjiwa di luar itu. Sebagian
vegetarian dan melakukan puasa-puasa tertentu, dan dhyana (meditasi). Daging
sapi adalah pantangan utama mereka, namun susu sapi adalah menu utama yang amat
disucikan sama dengan kaum Hindu. Baik di India maupun di Indonesia Agama Sikh
terdaftar sebagai bagian dari agama Hindu.
Ada faham dalam agama Sikh, yaitu hidup ini tidak bersifat dosa pada awal
mulanya, dan hadir dari eksistensi yang murni dan akan selamanya murni.
Bagi ajaran Sikh tidak ada kasta rendah maupun tinggi, tidak ada manusia
pendosa maupun suci.
“Tuhan hanyalah satu (Eka, Ekoankar), namun bentuk-bentukNya tak terbatas, (Satnam, Kartha-purkh, dsb). Ia adalah Sang Pencipta, Ia juga yang bermanifestasi dalam wujud-wujud manusia, jauh dari kematian dan lepas dari kelahiran yang berulang-ulang”.
“Tuhan hanyalah satu (Eka, Ekoankar), namun bentuk-bentukNya tak terbatas, (Satnam, Kartha-purkh, dsb). Ia adalah Sang Pencipta, Ia juga yang bermanifestasi dalam wujud-wujud manusia, jauh dari kematian dan lepas dari kelahiran yang berulang-ulang”.
“Hanya satu
YME, Sang Pencipta, Penyebab dari semuanya. Ia telah menciptakan semesta raya
dan isinya melalui KehendakNya yang senantiasa aktif. Barang siapa sadar
akan misteri agung dari yang satu namun banyak ini, akan menyatu dengan-Nya”.
“Ia yang Maha
Hakiki ini hadir tanpa kata-kata tanpa wujud dan tanpa nama. Sewaktu bermanifestasi
Ia disebut Sabda (Sabd), Sabda adalah asal muasal seluruh ciptaan. Sabda adalah
Omkara (Ekoankar), simbolnya Om dalam aksara Sind/Punjabi Kuno”
“Barangsiapa
berpasrah total kepadaNya, maka ia akan mencapai tujuan, tidak ada jalan lain,
Manusia mendapatkan kehendakNya melalui hubungan dengan Sabda Suci. Asal mula
penciptaan dan pralaya (kiamat) berasal dari Sabda. Demikian juga
nantinya penciptaan dan daur – ulangnya akan berawal dan berakhir dengan
Sabda”.
“Tidak ada
seorang pun yang dapat menjabarkanNya melalui logika duniawi ini, walaupun
orang tersebut mencobanya selama ratusan tahun”.
“Rasa cukup
tidak akan pernah terpuaskan walaupun dengan menghabiskan seluruh kekayaan
dunia materi ini”.
“Seseorang tidak akan mencapai Tuhan melalui nalar pemikirannya (logika
manusia)”.
“Bagaimanakah
caranya agar seseorang dapat memahami Kebenaran dan menembus awan Kebodohan?
Ada jalannya wahai Nanak, yaitu dengan menyelaraskan kehendak orang tersebut
dengan KehendakNya, yang sebenarnya sudah direkayasa olehNya juga (dari awal
penciptaan ini)”
“Semua di dunia
ini adalah wujud-wujud manifestasi-manifestasi kehendakNya, namun Kehendaknya
ini tidak dapat dijabarkan oleh siapa pun juga. Melalui Kehendak-Nya maka
materi dipercepat menuju ke arah kehidupan”.
“Melalui KehendakNya
keagungan dapat tercapai, melalui KeagunganNya juga ada yang dilahirkan pada
posisi yang tinggi dan ada juga pada posisi yang rendah”.
“Melalui
KehendakNya, suka dan duka direkayasa, melalui KehendakNya juga yang suci
mendapatkan keselamatan”.
“Melalui
KehendakNya mereka-mereka yang batil berkelana terus dalam kelahiran-kelahiran
yang tidak terhentikan. Kesemuanya ini hadir dalam KehendakNya, tiada satu pun
yang dapat eksis tanpa kehendakNya”.
“Wahai Nanak,
seseorang yang telah selaras nadanya dengan KehendakNya, terbebas secara tuntas
dari berbagai ego-egonya”.
“Ada yang
melantunkan kidung- kidung keagunganNya, sesuai dengan KehendakNya, ada yang
berkidung akan Kedashyatan-Nya, dan merasakan kedashyatan ini sebagai
tanda-tanda yang berasal dariNya. Ada juga yang menyenandungkan kidung-kidung
yang menggambarkan-Nya sebagai Yang Maha Tanpa Batas”.
“Ada yang
bernyanyi bahwasanya, Ia mampu merubah debu menjadi kehidupan dan kehidupan
kembali menjadi debu (tanah). Ia pun Sang Pencipta (Brahma), Shiwa (Sang
Penghancur), dan Wisnu (Sang Pengayom) dan Pemberi kehidupan ini”.[2]
C. Terbentuknya
agama sikh
Guru Nanak (1469-1539), pendiri agama Sikh, berada
dalam tradisi spiritual yang sama seperti Kabir. Ia juga mungkin seorang
muslim, meskipun tradisi Hindu dan Sikh sama-sama memandangnya sebagai seorang
Hindu. Seperti Kabir, ia mencari jalan untuk mengatasi perbedaan antara Islam
dan HInduisme dengan mempersatukan para penganut Hindu dan Muslim atas dasar
kebenaran-kebanaran spiritual utama yang menjadi milik bersama kedua agama ini.
Ia juga mengutuk penyembahan berhala dan politeisme Hindu dengan berpegang
teguh pada kehendak dan niat Allah yang mahakuasa dan mahatahu saja. Namun
pendiriannya yang teguh ini tentang keunikan dan kemutlakan Allah didasarkan
bukan pada tendensi Islam untuk mengeksklusifkan apa yan bukan menjadi kodrat
dari Allah sendiri, melainkan lebih pada tendensi India kuno yang merangkum
segala sesuatu dalam satu kesatuan yang
lebih besar sambil mengakui dengan cara itu unsure-unsur yang berlawanan
sebagai unsur-unsur yang berhubungan dan saling melengkapi.
Jalan hidup sikhisme adalah untuk mencapai
keselamatan melalui persatuan dengan Allah; pribadi Allah yang hidup dihadirkan
melalui cinta. Persatuan dengan Allah adalah tujuan terakhir. Hidup tidak punya
arti bila berpisah dengan Allah. Sebagaimana guru Nanak berkata, “betapa ngeri
perpisahan itu ketika berpisah dari Allah, dan betapa membahagiakan persatuan
itu ketika bersatu dengan Dia.”.
Pemisahan
diri dari Allah menyebabkan penderitaan yang dialami sebagai kondisi biasa
manusia, meskipun manusia dan dunia diciptakan Allah, tetapi kelemahan dan
kesombongan manusia yang berakar dalam egosentrisme justru mengantar manusia
kepada kelekatannya pada kenikmatan dan
kepentingan dunia ini. Menurut Sikhisme, kelekatan itu memisahkan kita dari
Allah dengan membawa akibat pada semua bentuk penderitaan manusia, termasuk
lingkaran kekal kematian dan kelahiran kembali.
Dialah
Allah yang menciptakan semua eksistensi; Ia esa tanpa yang kedua, tak berbentuk
dan bersifat kekal. Dialah Allah yang menopang semua bentuk eksistensi dan
tinggal dalam semua eksistensi itu. Melalui kehendak-Nya kita ditopang. Melalui
rahmat dan ciptaan-Nya, Allah mewahyukan dirinya kepada kita, wahyu ilahi ini
menyadarkan kita akan keterpisahan kita dengan-Nya dan merangsang jawaban kita
ynag dapat membawa keselamatan melalui persatuan kita dengan Dia dalam cinta,
demikian Guru Nanak.
Hanya ketika suara Allah terdengar dalam hati
manusia dan hati manusai menjawabnya, maka keselamatan lalu menjdi mugkin.
Tidak ada gunanya menyembah gambaran Allah dan asketisme, juga yoga dan
tindakan-tindakan ritual. Hanya melalui cinta akan pribadi Allah dapat tercapai
kebahagiaan dalam persatuan dengan-Nya. Sebagi guru Ilahi, Allah justru
mengirimkan pesan –Nya secara langsung kedalam hati manusia yang mau
mendengar-Nya. Dalam pesan guru Nanak dan guru-guru yang lain, sebagai mana
yang tercatat dalam kitab suci yang disebut Adi Granth (Guru Granth Sahib),
pesan Allah, sang Guru yang asli, harus didengar.
Masa
pertengahan (1000-1800 M)
Guru
Nanak (1469-1538) menulis teks suci kaum Sikh (Granth Sahib), yang berisi
kidung-kidung yang di tulis oleh guru-guru mereka serta orang-orang religious
lainnya, baik Hindu maupun Muslim. Memang ada interaksi antara Islam mistis dan
HInduisme namun ajaran utama Hinduisme menarik diri dalam kerang pelindung; dan
secara mendasar berada dalam cengkraman keputusan poitik, sehingga berbalik kea
rah penghiburan spiritual pada tuhan. Hal ini terlihat dengan berkembangnya gaya
hidup sebagai pertapa atau pengunduran diri dar kehidupan duniawi. Kehidupan sannyasin menjadi semacam pelarian diri,
seperti yang di lihat dengan jelas oleh guru Nanak. Pada sekitar abad ke-16,
keekstreman Hinduisme terlihat jelas dalam karya-karya puisi devosional dengan
kualitas sensasional, yang gerakannya di wakili oleh Surdas, Tulsidas, Mirabay,
dan lain-lain.
Gerakan
caitanya pada abad ke-15, yang menekankan pembacaan Weda secara umum, merupakan
sebuah usaha untuk menghindarkan Hinduisme agar tiak menjadi agmaa rumah dan
perapian saja. Geraka devosional ini menekankan kekuatan penyelmatan dalam nama
Tuhan – terutama Krishna dan Rama, sehingga berpuncak pada pernyataan paradox
bahwa nama tuhan adalah lebih besar dari Tuhan sendiri. Gerakan devosional
(bhakti) ini di katakana berasal dari India selatan, diman para devote wishnu
dan shiwa sudah mencapai puncaknya pada abad ke-9. Sekarang kita akan pindah ke
wilayah India selatan.
Islam
masuk ke wilayah India selatan dengan di singkirkannya Deogiri oleh Malik Kafur
pada 1307. Namun reaksi kaum Hindu di selatan cukup menarik dan berbeda.
Sejarah mencatat bahwa ketika lairan utama Vedanta yang di wakili oleh Shankara
(abad ke-9) ramanuja (abad ke-12) dan madhva adalah lebih bersifat teistik,
namun masih tetap mengikuti konsep filsafat Vedanta dan bukan hanya bersifat
devosional saja. Wilayah selatan menunjukan kekuatan serta vitalitas lebih
besar, bukan hnaya secara religious, namun juga secara politis. Hal ini
disebabkan adanya kerajaan Vijayanagar yang berkuasa dari abad ke-14 samapai
abad ke-17.
Gerakan devosional (bhakti) di Maharasta (wilayah
barat India) mengambil dua bentuk, yakni: vharakary dan dharakhary. bentuk
dharakary bentuk dharakary lebih bersifat aktif dan devosional, dimana salah
satu tokohnya dalah Ramdas yang menjadi guru Shivaji (1627-1680). Dibawah
kepemimpinan Shivaji inilah kerajaan Marathas menjadi sebuh kekuatan polotik
yang kuat da menggantikan kekutan Muslim di selatan. Bentuk Varakari melahirkan
nama-nama besar penyair-santo (abad ke-17). Gerakan bhakti menyebar keseluruh
wilayah India serta menghasilkan penyair-santo seperti sankaradheva di Assam
dan Purandaradasa di Karnataka (abad ke-16).
Pada
masa ini, dua gerakan politik berbaris Hindu yang cukup berhasil adalah
kerajaan Vhijayanaga di selatan dan kerajaan Marathas di bagian barat India
(terlepas dari kaum Sikh di Punjab). Dimasa kerajaan vhijayanagar, terjadi
kebangkitan kembali studi atas Weda dan komentar Hindu atas Weda yang ditulis
oleh sayana. Kemudian juga shivaji (1627-1680) dinibatkan sebagai tokoh ahli di
bidang ritual Weda dan menyatakan dirinya sebagai pelindung Weda. Puisi-puisi
devosional saat itu berpusat pada Rama dan Krishna, yang merupakan inkarnasi
Wishnu.
Cirri paling menonjol pada masa Muslim (1200-1757)
ini adalah berkembangnya agama wishnu (vaishnavism). Dua nama besar dari
selatan adalah vallabha (1479-1531) dari India selatan dan caitannya
(1486-1533) dari wilayah Bengal. Keduanya mengajarkan jalan devosi yang
berpusat pada Krishna dan radha. Vaishnavisme popular ini disebarkan diwilayah
maharastra oleh namadeva (abad ke-14) dan tukaram (abad ke-17); sedangkan di
utara, vaishnavisme berkembang dalam bentuk peneyembanhan trehdap Rama.
Tokoh-tokoh terkenla dari India utara adalah Ramananda (abad ke-14), Dadu (1544-1603)
dan Tulsidas (1532-1623).[3]
D. Penutup
Nanak
lebih keras lagi dari pada Kabir, pemberitaannya dapat disingkat dengan
kata-kata: “tidak ada orang Hindu atau orang Islam”, keduanya adalah palsu. Ia
menentang penyembahan kepada berhala, dan mengajarkan bahwa hanya ada satu
Tuhan, yang menghuk dosa di dalam neraka. Kelepasan terdiri dari persekutuan
dengan Tuhan di dalam kasih.
Daftar Pustaka
Ali, Matius. Filsafat India (Sanggar Luxsor, 2010)
Hanafie, Ahmad, Pengantar Filsafat Umum, (Jakarta : PT Bulan Bintang, 1996)
Koller, John M. Asian Philosophies, (Flores : LEDALERO, 2010)
0 komentar:
Posting Komentar